Pada Sabtu, 22 Maret 2025, DPR dan pemerintah Indonesia telah meratifikasi Revisi UU menjadi UU No.34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam revisi tersebut, prajurit TNI tetap dilarang terlibat dalam bisnis dan politik. Menurut analisis dari pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, perubahan dalam UU TNI tidak perlu menimbulkan kekhawatiran karena tetap mempertahankan larangan bagi TNI untuk berbisnis dan berpolitik. Fahmi menegaskan bahwa perubahan tersebut masih dalam koridor reformasi dan demokrasi. Meskipun terdapat isu yang memunculkan kekhawatiran terkait sentimen dwifungsi ABRI, Fahmi menjelaskan bahwa revisi tersebut tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk terlibat dalam bidang politik dan bisnis.
Menurut Fahmi, penting untuk memastikan bahwa militer tetap berada dalam koridor profesionalisme dan tidak terlibat dalam politik praktis maupun ekonomi. Pengawasan terhadap implementasi perubahan dalam UU TNI sangat diperlukan guna menghindari penyimpangan dan pemotongan agar militer tetap berada dalam koridor reformasi. Dia menyoroti beberapa aspek yang perlu diperhatikan ke depan, seperti bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil dan dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI. Kontrol yang ketat dan pengawasan yang kuat diperlukan untuk mencegah kembalinya pola lama di mana TNI terlibat dalam ranah sipil dan memiliki pengaruh dalam birokrasi negara. Dengan demikian, penting untuk terus mengawal implementasi perubahan dalam UU TNI agar tetap sesuai dengan semangat reformasi.