Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Ambang Batas Pilkada, Deddy Sitorus dari PDIP: Kembali pada Aspek Rasionalitas

by -85 Views

Jakarta, VIVA – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah persyaratan pencalonan Pilkada merupakan sebuah kado yang indah bagi demokrasi di Indonesia.

Baca Juga :

PDIP Tegaskan “Siap Sendirian” Usung Calon di Pilkada Jakarta

Hal tersebut disampaikan oleh Deddy setelah PDIP mengadakan rapat internal pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20 Agustus 2024.

“Kita salah satunya membahas Putusan MK. Kita bersyukur mendapat kado dari MK setelah sebelumnya terjadi pemaksaan menjadi Mahkamah Keluarga, hari ini kembali pada keberpihakan yang benar,” ujar Deddy di Jakarta.

Baca Juga :

Putusan MK Keluar di Tengah Makin Menguatnya Politik Kartel dalam Pilkada, Menurut Pengamat

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP Deddy Sitorus saat memberikan keterangan kepada awak media di kantor pusat PDIP, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP Deddy Sitorus saat memberikan keterangan kepada awak media di kantor pusat PDIP, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

Foto :

  • ANTARA/Narda Margaretha Sinambela

Deddy menjelaskan bahwa MK sebelumnya sempat merugikan rasa keadilan dengan keputusan kontroversial terkait ambang batas calon presiden dan wakil presiden, namun kini berhasil membuktikan integritasnya sebagai penjaga konstitusi.

Baca Juga :

DPR Gelar Rapat Maraton Bahas RUU Pilkada Hari Ini, Jegal Putusan MK?

“Jadi jika sebelumnya kita dikhianati secara konstitusi, sekarang sepertinya MK telah mengembalikan martabat lembaga tersebut, sehingga menghasilkan keputusan yang sangat penting menurut kita,” ungkapnya.

Setelah Putusan MK ini, Deddy optimis tidak akan ada lagi fenomena kotak kosong dalam Pilkada Serentak tahun 2024. Selain itu, terdapat kecenderungan agar PDIP tidak dapat bergerak atau mencalonkan dengan bebas dalam Pilkada 2024.

“Kami melihat ini sebagai kemenangan rakyat melawan oligarki partai politik yang ingin mengakali demokrasi, yang hanya ingin mengusung satu calon di daerah,” tambah Deddy.

Ia juga menegaskan bahwa keputusan MK menjadi kemenangan bagi rakyat Indonesia. Bahkan, keputusan ini juga akan membawa munculnya sejumlah calon dalam Pilkada 2024.

“Ini tentu merupakan kemenangan, yang penting bagi kita semua. Dengan keputusan baru ini, kita dapat memastikan akan ada lebih dari satu pasangan calon di setiap daerah,” tegasnya.

MK sebelumnya telah menetapkan bahwa partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur dalam Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebanyak 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024. 

Putusan dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora tersebut dibacakan oleh majelis hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 Ayat (3) yang tertera dalam UU Pilkada bertentangan dengan konstitusi. 

Adapun isi Pasal 40 Ayat (3) UU Pilkada tersebut adalah, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengajukan pasangan calon dengan ketentuan harus memperoleh minimal 25% dari total suara sah sebagaimana diatur pada ayat (1), ketentuan ini hanya berlaku bagi Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” 

Selain itu, MK juga mengubah isi Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada, yaitu partai politik atau gabungan partai politik yang menjadi peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat-syarat berikut:

Untuk mengajukan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 10 persen di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 8,5% di provinsi tersebut.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 7,5 persen di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 6,5% di provinsi tersebut.

Sementara itu, untuk mengajukan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250 ribu jiwa sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 8,5% di provinsi tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500 ribu jiwa sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah minimal 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Halaman Selanjutnya

“Kami melihat ini sebagai kemenangan rakyat melawan oligarki partai politik yang ingin mengakali demokrasi, yang hanya ingin mengusung satu calon di daerah,” tambah Deddy.

Halaman Selanjutnya