Kemendikbud Menyatakan Pendidikan Tinggi yang Bersifat Tersier Tidak Terpengaruh oleh Mahalnya UKT

by -433 Views

Sabtu, 18 Mei 2024 – 09:33 WIB

Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira menyebut, pernyataan Plt Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek, Tjitjik Tjahjandarie bahwa pendidikan tinggi sifatnya tersier dan tidak wajib, sama sekali tak menjawab persoalan mahasiswa.

Hugo menilai, persoalan yang dihadapi mahasiswa saat ini adalah tentang tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT). Namun, Tjitjik dipandang tidak menjawab persoalan tersebut.

“Ibu Sesdikjen Dikti Kemdikbud ini tidak menjawab persoalan yang dihadapi mahasiswa,” kata Hugo dikonfirmasi awak media, dikutip Sabtu, 18 Mei 2024. Karena itu, Hugo meminta Kemendikbud-Ristek lebih dulu mendengarkan aspirasi perwakilan kampus melalui Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau forum rektor tentang biaya UKT.

Dari situ, lanjut Hugo, Kemendikbud-Ristek wajib memberikan solusi terhadap persoalan tingginya biaya UKT. Lebih jauh, legislator Fraksi PDIP ini mengaku telah mendengarkan aspirasi dari kampus-kampus yang mengalami kenaikan UKT secara drastis. Hal itu, didapatnya dalam rapat di Komisi X beberapa waktu lalu.

“Dari Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dan perwakilan BEM beberapa kampus yang mengalami kasus kenaikan UKT dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi) yang sangat drastis ini, menurut saya disebabkan oleh ruang regulasi yang diberikan oleh Permendikbud Nomor 2 tahun 2024 dan Kepmendikbud Nomor 54/P/2024,” imbuhnya.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Hugo menyoroti salah satu poin berkaitan dalam salah satu pasal bahwa biaya UKT ditetapkan setelah mahasiswa diterima. Poin tersebut dinilainya rentan menjadi polemik bagi masyarakat.

“Karena itu, menurut saya perlu ditinjau kembali beberapa pasal dalam Permendikbud tersebut yang memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) dan PTNBLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum) untuk secara leluasa menafsirkan pembiayaan Pendidikan Tinggi di kampus-kampusnya dan membebankan kepada mahasiswa,” imbuhnya.

Sebelumnya, Tjitjik Tjahjandarie mengatakan bahwa pendidikan di perguruan tinggi bersifat tersier. Menurut dia, pendidikan di perguruan tinggi hanya ditujukan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu.

“Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tersiery education. Jadi bukan wajib belajar,” kata Tjitjik di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, Rabu kemarin.