Kejaksaan Agung telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan empat operator telekomunikasi untuk memperkuat proses penegakan hukum, namun langkah ini menimbulkan sorotan dari DPR terutama Komisi III RI. Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menegaskan bahwa proses penegakan hukum harus tetap menghormati privasi masyarakat, serta tidak boleh melanggar hak asasi warga negara. Meskipun MoU tersebut dianggap sebagai langkah strategis dalam pelacakan buronan dan pengumpulan bukti digital, Sudding menekankan pentingnya menjaga agar penggunaan teknologi seperti penyadapan dan akses informasi pribadi tetap sesuai dengan koridor konstitusi dan prinsip check and balance dalam negara hukum yang demokratis.
Menyoroti urgensi penegakan hukum, terutama dalam kasus-kasus besar dan pelacakan Daftar Pencarian Orang (DPO), Sudding menegaskan bahwa penggunaan teknologi tinggi harus tetap diatur secara ketat dan transparan sesuai dengan Undang-Undang ITE dan UU Telekomunikasi. Penyadapan dan akses terhadap informasi komunikasi pribadi harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, serta tidak menimbulkan pelanggaran privasi, penyalahgunaan wewenang, atau pengawasan berlebihan. Kerja sama antara Kejaksaan Agung dan operator telekomunikasi ini juga harus berada dalam kerangka regulasi yang transparan dan diawasi secara ketat.Ini dilakukan dalam rangka pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi dalam penegakan hukum, termasuk pemasangan perangkat penyadapan informasi dan penyediaan rekaman informasi telekomunikasi. Kerja sama ini sejalan dengan UU No.11/2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Maka dari itu, Komisi III DPR RI meminta agar kerja sama seperti ini tetap sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak melanggar privasi masyarakat.
Penegakan Hukum dan Perlindungan Privasi: Panduan Penting
