Pada Jumat, 23 Mei 2025, ketimpangan dalam alokasi jatah kursi DPR antar daerah pemilihan (dapil) saat pemilu di Indonesia menjadi sorotan karena dianggap melanggar prinsip keadilan representatif. Berbagai kritik disuarakan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Fraksi Golkar DPR RI. Dalam acara tersebut, pakar sistem pemilu dunia dan pensiunan ASN Jerman, Pipit Rochijat Kartawidjaja, menjadi salah satu pembicara utama.
Diskusi tersebut bertujuan untuk membahas opsi reformasi sistem pemilu RI, termasuk kemungkinan transisi ke sistem campuran seperti yang sudah diterapkan di negara-negara maju seperti Jerman atau Jepang. Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI, Muhammad Sarmuji, menjelaskan bahwa diskusi ini bertujuan untuk mencari solusi yang tepat dan tidak membahayakan dalam mengatasi permasalahan sistem pemilu saat ini.
Pipit Rochijat dalam diskusi tersebut mengkritisi ketimpangan alokasi kursi DPR antar dapil di Indonesia. Menurutnya, sistem alokasi kursi DPR saat ini melanggar prinsip keadilan representatif yang diatur dalam undang-undang. Dia menyebut bahwa negara maju seperti Jerman dan Norwegia mengatur alokasi kursi berdasarkan proporsi penduduk, luas wilayah, dan jumlah suara sah. Pipit juga menjelaskan tiga model sistem campuran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterwakilan rakyat, mengurangi politik uang, dan memperkuat kaderisasi.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, berpendapat bahwa sistem pemilu proporsional terbuka masih lebih menguntungkan. Ia memperingatkan bahwa perubahan ke sistem campuran sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak drastis. Meskipun terdapat pandangan yang berbeda-beda, diskusi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang efektif dalam mencari solusi terbaik untuk sistem pemilu di Indonesia.