PDIP Mendorong DPR untuk Melakukan Hak Angket dalam Penyelidikan Putusan MK, Menurut Ahli: Mungkin Dilakukan, Namun Harus Tepat Waktu

by -466 Views

Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) di DPR, melalui anggotanya Masinton Pasaribu, mendorong pengajuan hak angket terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat calon presiden dan calon wakil presiden. Jika hak angket disetujui oleh DPR, hal tersebut akan berdampak pada proses hukum di masa depan.

Menurut ahli hukum tata negara Feri Amsari, hak angket DPR merupakan hak untuk melakukan penyelidikan terkait penyelenggaraan Undang-Undang atau kebijakan pemerintah. Jika PDIP berhasil mendorong hak angket DPR, maka syarat-syaratnya harus terpenuhi.

Feri mengatakan bahwa secara politik, PDIP merupakan partai mayoritas, sehingga mereka dapat memanfaatkan posisi mayoritasnya untuk melaksanakan hak angket. Namun, Feri juga menyoroti waktu yang terbatas karena Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 akan segera dilaksanakan dalam beberapa bulan. Feri mengungkapkan bahwa hak angket tidak hanya berhenti pada tahap penyelidikan oleh DPR, tetapi juga dapat berlanjut ke tahap interpelasi DPR jika terdapat bukti awal yang kuat mengenai dugaan pelanggaran konstitusi atau Undang-Undang.

Feri menjelaskan bahwa jika hak angket disetujui, akan dilakukan penyidikan dengan memeriksa pihak-pihak terkait. Dalam proses ini, akan diungkap apakah ada pelanggaran konstitusi atau Undang-Undang. Feri berpendapat bahwa ujung dari hak angket tersebut adalah untuk menyatakan pendapat. Jika DPR menyatakan bahwa terjadi pelanggaran hukum yang melibatkan Presiden, maka tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan proses impeachment terhadap Presiden jika terlibat dalam perbuatan tercela.

Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mendorong DPR untuk mengajukan hak angket kepada MK terkait putusan yang mengizinkan kepala daerah dapat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden meski belum mencapai usia 40 tahun. Masinton mengusulkan hal tersebut dalam Rapat Paripurna DPR yang diadakan pada 31 Oktober 2023.

Menurut Masinton, Indonesia saat ini mengalami tragedi konstitusi setelah putusan MK tersebut. Dia menyebutnya sebagai tirani konstitusi.

Sumber: VIVA