Sabtu, 28 September 2024 – 16:00 WIB
Jakarta, VIVA – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, menganggap bahwa Presiden RI ke-2, Soeharto, telah memberikan banyak jasa bagi Indonesia. Oleh karena itu, menurut Bamsoet, Soeharto layak untuk diberi gelar pahlawan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Bamsoet saat menghadiri silaturahmi kebangsaan dengan keluarga Soeharto di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Sabtu, 28 September 2024. Keluarga Soeharto diwakili oleh Titiek Soeharto dan Tutut Soeharto.
“Rasanya tidak berlebihan jika bekas Presiden Suharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang dan mendapatkan penghargaan gelar pahlawan nasional,” ujar Bamsoet.
Di sisi lain, Bamsoet juga mencatat beberapa jasa Soeharto terhadap Indonesia, seperti upayanya untuk membuat Indonesia menjadi negara berkembang.
“Beliau telah berusaha mengabdikan diri sebaik-baiknya dalam menjalankan tugas sebagai Presiden dan berjasa besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang,” kata Bamsoet.
Bamsoet juga mengajak agar semangat rekonsiliasi terus dijaga agar tidak lagi muncul rasa dendam yang pernah timbul selama kepemimpinan Soeharto.
“Mari kita bersama sebagai sebuah keluarga bangsa mengambil hikmah dari berbagai peristiwa pada masa lalu, agar dapat menjadi pelajaran berharga bagi pembangunan karakter bangsa Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang,” ujar Bamsoet.
Setelah mencabut Ketetapan (Tap) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), MPR RI juga mencabut nama Presiden RI ke-2, Soeharto, dari Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998. Tap MPR tersebut berisi perintah untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), dan secara spesifik ditujukan kepada Soeharto.
Keputusan tersebut diungkapkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR periode 2019-2024, di Ruang Rapat Paripurna I, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 25 September 2024.
“Berkaitan dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam Tap MPR Nomor 11/MPR 1998 tersebut, secara pribadi, Bapak Soeharto dianggap telah diselesaikan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” kata Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan bahwa keputusan ini mengikuti surat dari Fraksi Partai Golkar dan diputuskan dalam Rapat Gabungan MPR pada hari Senin.
Politikus Golkar ini menegaskan bahwa Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 ini masih berlaku secara hukum. Namun, proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena beliau telah meninggal dunia.
“MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana status hukum Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut masih berlaku menurut Tap MPR Nomor 1/R 2003,” ujarnya.
Bamsoet menyatakan bahwa MPR adalah rumah kebangsaan bersama dan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia. MPR adalah wadah pemusyawaratan dan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia.
“Dalam kerangka itu, MPR harus merajut persatuan bangsa. Layaknya benang yang mengikat kain dari berbagai warna, MPR harus menganyam harapan dan cita-cita bangsa dalam harmoni yang satu,” tambahnya.
Dalam semangat persatuan dan kesatuan, pimpinan MPR mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dihargai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Ke depan, tantangan kebangsaan yang dihadapi akan semakin berat, oleh karena itu kita harus selalu bergandengan tangan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih kuat dan hebat,” ujar Bamsoet.