LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [BRIGADIER GENERAL TNI POSTHUMOUS SLAMET RIYADI]

by -81 Views

Dalam medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukannya yang terkenal dan legendaris, selalu mampu menyaingi pasukan Belanda. Slamet Riyadi membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia mampu menyerang pusat kekuasaan Belanda, termasuk Surakarta (Solo), yang dipertahankan dengan senjata berat, artileri, pasukan infanteri, dan komandan yang baik.

Letnan Kolonel Slamet Riyadi telah membuktikan kepada generasi pemimpin TNI selanjutnya bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu memimpin dari garis depan. Dia selalu hadir di tempat dan waktu yang paling kritis, mengontrol situasi secara langsung dan memberikan contoh. Dia tidak gentar di hadapan bahaya, dan ia rela mengorbankan nyawanya demi kemuliaan Indonesia dan TNI.

Sejak usia yang sangat muda, Ignatius Slamet Riyadi, lahir pada 26 Juli 1927, membentuk pasukan gerilya untuk mendukung proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dia telah berjuang sejak zaman kolonial Jepang. Pada awal pendudukan Jepang, Slamet Riyadi, yang berasal dari Solo, terdaftar di Akademi Marinir Pemerintah Militer Jepang di Jakarta.

Pada suatu kesempatan, ia bertemu dengan rekan-rekan nasionalis yang bersekongkol untuk mengusir Jepang. Ketika Jepang akhirnya kalah dalam Perang Dunia II, Slamet Riyadi mengajak rekan-rekannya pelaut untuk bersenjata. Mereka bahkan berhasil menguasai sebuah kapal Jepang.

Setelah itu, Slamet Riyadi kembali ke Solo dan mengumpulkan pemuda-pemuda dari bekas angkatan bersenjata yang disusun oleh Jepang seperti PETA, Heiho, Kaigun untuk mendukung perjuangan Rakyat Solo melawan pasukan Belanda yang mencoba merebut kembali Indonesia.

Slamet Riyadi secara langsung terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda dalam perjuangannya, termasuk selama Agresi Militer Belanda pertama dan kedua. Slamet Riyadi memimpin pasukan di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk di Ambarawa dan Semarang.

Di medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukannya yang terkenal dan legendaris, selalu mampu menahan serangan pasukan Belanda. Dia membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia bisa menyerang basis kekuatan Belanda, termasuk Surakarta, yang saat itu dipertahankan dengan artileri, pasukan infanteri, dan komando.

Slamet Riyadi, dengan pangkat Letnan Kolonel, adalah seorang prajurit yang memimpin Operasi Umum Surakarta pada 7-10 Agustus 1949. Serangan tersebut, yang juga dikenal sebagai Operasi Umum Empat Hari, dilakukan sebelum gencatan senjata mulai berlaku untuk menunjukkan kekuatan TNI dalam mengusir Belanda dari negara ini. Untuk serangan yang sukses, Slamet Riyadi diberi wewenang atas Surakarta oleh Belanda melalui perintah Mayor Jenderal F. Mollinger.

Perjuangan Slamet Riyadi tidak berakhir di situ. Slamet Riyadi juga dikirim ke Jawa Barat untuk melawan Legiun Ratu Adil (APRA), yang dibentuk oleh Kapten KNIL DST Raymond Westerling pada Januari 1950 di Bandung.

Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada akhir Desember 1949, Slamet Riyadi dikirim ke Ambon untuk menekan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada 10 Juli 1950.

Dalam operasi untuk menangkap Dr. Soumokil, pemimpin RMS, Slamet Riyadi, dipercayakan oleh kepemimpinan TNI sebagai Komandan operasi untuk memimpin pasukan ke Ambon.

Pasukan TNI berhasil menduduki sebagian besar Kota Ambon melalui pertempuran sengit kecuali beberapa posisi strategis, termasuk Benteng Victoria yang sangat dipertahankan. Saat itu, pasukan pemberontak diperkuat oleh mantan pasukan Khusus kolonial Belanda yang biasa disebut ‘Topi Merah’ dan ‘Topi Hijau’, yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menggagalkan serangan oleh TNI dengan efisiensi yang lebih besar.

Pada akhirnya, Benteng Victoria direbut. Namun, dalam pertempuran sengit di gerbang benteng tersebut, Slamet Riyadi, yang selalu berada di garis depan memimpin pasukannya, terkena peluru pemberontak saat memberi isyarat kepada anak buahnya. Meskipun mendapatkan perawatan medis, beliau meninggal pada pukul 21.45 pada 4 November 1950. Slamet Riyadi dinaikan pangkat secara anumerta menjadi Jenderal Brigadir.

Jenderal Brigadir Anumerta Slamet Riyadi telah membuktikan kepada generasi pemimpin TNI selanjutnya bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu berjuang di garis depan bersama pasukannya. Dia selalu hadir di tempat dan waktu yang paling kritis, mengendalikan situasi di lapangan, dan memberikan contoh. Dia tidak gentar di hadapan bahaya dan kehilangan nyawanya demi kemuliaan Indonesia dan TNI.

Source link