LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [FIRST MARSHALL TNI POSTHUMOUS ISWAHJUDI]

by -33 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman yang telah dibuat oleh organisasi mereka di masa lalu. Cerita heroik tentang Iswahjudi adalah sorotan lain dalam sejarah TNI Angkatan Udara Indonesia. Dia adalah pelopor TNI AU bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota organisasi militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman pendahulunya.

Dengan mengetahui masa lalunya, anggota akan lebih terinspirasi dalam melaksanakan tugas mereka. Kita tahu bahwa setiap unit militer memiliki karakteristik, identitas, bahkan psikologi yang khas.

Sebuah unit militer terdiri dari sekelompok orang yang selalu berada dalam situasi berbahaya. Mereka harus siap untuk kemungkinan terbunuh dalam pertempuran setiap saat. Mereka dilatih untuk dikerahkan ke medan perang dan melaksanakan misi-misi yang sulit.

First Marshall Posthumous Iswahjudi lahir di Surabaya pada tahun 1918. Iswahjudi juga dikenal sebagai pelopor TNI AU bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.

Dia aktif terlibat dalam dunia militer sejak usia muda, seperti dalam Korps Aviator Sukarelawan (Vrij-Wilig Vliegers Corps atau VVC), yang dibentuk untuk mempertahankan pemerintah Belanda dari serangan Jepang. Pada satu kesempatan, dia diangkat sebagai satu-satunya relawan Indonesia menjadi agen bagi Sekutu dalam misi rahasia di Jawa.

Dia juga tercatat sebagai kadet pertama Sekolah Penerbangan Adisoetjipto. Karir penerbangannya gemilang. Di periode pasca-kemerdekaan, dia menjadi mahasiswa penerbangan di Maguwo. Pada bulan Desember 1945, Iswahjudi bergabung dengan Angkatan Udara Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Adisoetjipto di Yogyakarta.

Iswahjudi kemudian diangkat sebagai Komandan pangkalan udara Maospati, di Madiun, pada tahun 1947, karena dedikasinya yang tanpa pamrih. Selanjutnya, pada akhir tahun 1947, Iswahjudi diangkat untuk memimpin pengembangan pangkalan udara Bukittinggi.

Setelah itu, Iswahjudi bersama Halim Perdanakusuma diutus untuk mengambil pesawat Avro Anson VH-BBY yang baru saja dibeli oleh pemerintah Indonesia. Namun, dalam perjalanan pulang pada 14 Desember 1947, mereka menghadapi cuaca buruk di Selat Malaka. Pesawat jatuh ke puncak pohon di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia. Keduanya tewas dalam tugas.

Source link