National Strategic Challenge: Navigating the Limited Time of the Demographic Dividend

by -214 Views

Oleh: Prabowo Subianto [cuplikan dari “Transformasi Strategis Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045”, hal. 53-54, edisi ke-4]

Bersamaan dengan tantangan strategis global seperti perubahan iklim, konflik geopolitik, dan ekspansi cepat kecerdasan buatan, Indonesia dihadapkan pada beberapa masalah nasional yang mendesak.

Salah satu tantangan penting adalah penutupan jendela bonus demografi yang akan datang. Kekayaan negara kita terus mengalir ke luar negeri, menghasilkan aliran keluar kekayaan nasional yang konsisten. Selain itu, ekonomi kita ditandai oleh ketimpangan dan kekurangseragaman. Demokrasi kita juga terganggu oleh pengaruh keuangan yang berlebihan dalam politik.

Kemampuan kita untuk berevolusi menjadi negara maju dan makmur bergantung pada kapasitas kita untuk mengelola dan mengatasi tantangan strategis global dan domestik ini.

Jendela Mengecilnya Bonus Demografi

Penduduk kita adalah aset kita, terutama dengan median usia saat ini 29 tahun, yang menandakan bahwa sebagian besar orang Indonesia berada dalam usia yang paling produktif, ideal untuk belajar dan bekerja dengan efisien.

Namun, indikator median usia ini dari masyarakat yang muda dan produktif tidak akan bertahan selamanya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang melambat, proporsi orang Indonesia muda akan turun dengan tidak terhindarkan. Menurut proyeksi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sekitar tahun 2035 — hanya 13 tahun dari sekarang — median usia akan naik.

Secara historis, sulit bagi negara-negara untuk mencapai kekayaan dan kemakmuran ketika populasi mereka menua melewati usia produktifnya. Saat ini diposisikan sebagai negara berpendapatan menengah, tujuan kita adalah naik ke status berpendapatan tinggi.

Untuk mencapai tingkat kesejahteraan tinggi ini, GDP per kapita kita harus naik menjadi $14,000, atau sekitar IDR 210 juta per tahun, yang berarti pendapatan bulanan sebesar sekitar IDR 17,5 juta untuk setiap penduduk.

Kita memiliki hanya 13 tahun untuk keluar dari jerat pendapatan menengah dan menghindari nasib menjadi negara tua sebelum menjadi kaya, seperti yang terjadi di Thailand. Thailand telah menjadi masyarakat tua tanpa mencapai kekayaan. Kita harus menghindari hal ini dengan memastikan pertumbuhan ekonomi yang cepat sehingga kita dapat menjadi makmur sebelum profil demografis kita menua secara signifikan.

Source link