Kepemimpinan Jenderal TNI (Purn) Himawan Soetanto

by -115 Views

Oleh:
Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Saya pertama kali bertemu Pak Himawan Soetanto saat masuk AKABRI pada tahun 1970. Saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI bidang operasi pendidikan.

Beliau sangat terdidik. Kemampuan Bahasa Inggris dan Bahasa Belandanya bagus. Bahkan, beliau juga memiliki pengetahuan tentang bahasa Jepang karena pengalaman pada masa penjajahan Jepang.

Beliau juga gemar membaca buku-buku sejarah. Saya selalu mengagumi tokoh-tokoh hebat yang rajin membaca buku. Sebagai seorang pemimpin, “Pemimpin yang baik harus rajin membaca” adalah adagium yang terkenal. Rumahnya dipenuhi dengan banyak buku. Setiap kali bertemu, beliau selalu berdiskusi tentang buku dengan saya. Bahkan, beliau sering menanyakan apakah saya telah membaca buku-buku dari penulis seperti B. H. Liddell Hart, sejarawan ahli strategi militer Inggris, Sun Tzu, ahli strategi militer Tiongkok, dan penulis-penulis lainnya.

Keindahan beliau juga terlihat dari penampilannya yang selalu rapi, senyumnya yang hangat, keceriaannya, ketenangan namun tetap percaya diri, dan kedekatannya dengan anak buah. Terlihat jelas bahwa beliau memiliki pengalaman tempur yang panjang.

Hal ini berbeda dengan sebagian atasan yang tidak memiliki banyak pengalaman tempur. Mereka cenderung lebih bersikap dingin terhadap anak buah, bahkan menjaga jarak. Mereka selalu menerapkan aturan dengan ketat. Dalam istilah TNI, mereka memiliki pikiran yang terbatas pada peraturan (PUD) atau Peraturan Urusan Dalam.

Sementara atasan yang sering berada di lapangan bersama pasukan cenderung lebih santai, tidak kaku, dan membuat PUD disesuaikan dengan kondisi lapangan. Apalagi yang patut diingat, PUD memiliki pasal terakhir yang memungkinkan komandan kesatriaan untuk menyesuaikan PUD dengan kondisi kesatriaan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa komandan kesatriaan memiliki wewenang besar untuk menyesuaikan peraturan.

Oleh karena itu, salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah pentingnya kedekatan komandan dengan anak buah. Komandan harus selalu bersama mereka, dari bangun pagi hingga tidur. Komandan juga harus memeriksa kondisi anak buah, termasuk dapur, kamar mandi, dan bahkan pakaian dalam anak buah.

Melalui pengarahan Pak Himawan Soetanto, saya juga memiliki kebiasaan untuk memeriksa detail dapur dan perlengkapan anak buah. Pada suatu kesempatan, saya menemukan bahwa pakaian dalam seorang prajurit sudah tidak putih lagi, tetapi berwarna coklat. Saya juga pernah menemukan kasus korupsi di dapur yang melibatkan daging satu kilogram untuk 16 orang. Hal ini mengakibatkan daging yang sangat tipis atau disebut sebagai daging silet. Hal tersebut sangat tragis.

Itulah beberapa hal praktis yang saya pelajari tentang kepemimpinan dari Pak Himawan Soetanto.

Karier Letnan Jenderal Himawan Soetanto memang sangat terkenal dan beliau menjadi inspirasi di kalangan tentara. Saya sangat dekat dengannya. Bahkan setelah beliau pensiun, kami tetap dekat. Beliau adalah salah satu mentor saya. Beberapa hari sebelum beliau meninggal, saya sempat mengunjunginya di rumah sakit.

Saya mendengar dari putranya bahwa selain keluarga, saya adalah orang yang dicari oleh beliau. “Di mana panglima perang itu?” Anak-anaknya bingung siapa yang dimaksud dengan panglima perang. Salah satu dari mereka bahkan bertanya apakah yang dimaksud adalah Prabowo, dan beliau mengangguk.

Saya merasa tersentuh mendengar cerita tersebut. Oleh karena itu, ketika saya datang untuk menjenguknya, saya memberikan penghormatan penuh kepada beliau dengan pakaian sipil karena saya sudah pensiun.

Saat itu, saya menyampaikan, “You are the real general, Sir!” Saya mengucapkan kalimat tersebut karena kami sering berbicara dalam Bahasa Inggris. Beliau menitikkan air mata. Saat itu, beliau sudah tidak bisa berbicara.

Itulah kenangan saya tentang Pak Himawan Soetanto. Bagi saya, merupakan suatu kehormatan besar bahwa seorang jenderal yang saya kagumi masih mencari saya pada saat-saat menjelang meninggalnya.